Di tengah pesatnya laju modernisasi, kebutuhan akan pangan yang aman dan sehat menjadi prioritas. Di Kabupaten Buol, semangat kemandirian pangan ini menemukan perwujudan nyata melalui dedikasi seorang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Pak Asmin, di Desa Bunobogu, Kecamatan Bunobogu. Kisahnya bukan sekadar catatan keberhasilan panen, melainkan sebuah ajakan kolektif untuk kembali merangkul bumi, mengubah lahan menjadi lumbung pangan keluarga dan daerah.

Pada Senin pekan lalu, perwakilan dari Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Kabupaten Buol, yang diwakili oleh Sekretaris Dinas, Bapak Abdullah AS. Mangge, S.Ag., M.Si bersama Kepala Bidang Pengelolaan Layanan Informasi Publik Ibu Rahmawati T. Tonggil, SH, berkesempatan mengunjungi langsung lahan hijau yang tertata rapi. Di sanalah, sebuah demplot (Demonstrasi Plot) pertanian organik milik Asmin—seorang penyuluh pertanian yang telah lebih dari satu dekade mengabdi—menyambut mereka dengan hamparan warna dari berbagai jenis tanaman pangan. Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Daerah untuk mendokumentasikan dan mempromosikan best practice dalam sektor pertanian.

Seorang staf Diskominfo Buol memperlihatkan kebun sayuran organik di Bunobogu (Foto: Nisa)

Lahan Demplot seluas kurang lebih 1/4 hektar yang dikelola oleh Bapak Asmin bukanlah hal baru. Menurut keterangannya, komitmen ini telah ia jalani selama lebih dari 10 tahun, seiring dengan perannya sebagai PPL di wilayah Kecamatan Bunobogu. Demplot ini menjadi laboratorium hidup, membuktikan bahwa pertanian berkelanjutan, khususnya organik, dapat diterapkan secara efektif di tingkat desa.

Berbagai jenis komoditas pangan, mulai dari tomat, sayuran kacang panjang, buncis, caisim, pakcoy, mentimun, bayam, hingga cabai, tumbuh subur di lahan tersebut. Hasil panen dari Demplot ini telah menjangkau wilayah Kabupaten Buol, dengan fokus utama memenuhi kebutuhan sayuran segar dan sehat di wilayah Kecamatan Bunobogu.

Meskipun Bapak Asmin tidak mencatat keuntungan finansial secara rinci, ia menegaskan bahwa hasil dari pertanian organik ini sangat menguntungkan. Manfaat terbesar, bagi Bapak Asmin, bukan hanya terletak pada uang yang dihasilkan, melainkan pada jaminan kualitas pangan, kesehatan keluarga, dan kontribusi terhadap kemandirian pangan lokal.

Setelah dipanen, tomat organik ini akan dikemas dengan packaging modern sebelum dipasarkan (Foto: istimewa)

“Jika kita hitung, estimasi biaya awal pembuatan Demplot seluas ¼ hektar memang memerlukan modal sekitar Rp12 juta hingga Rp15 juta, tergantung kondisi lahan,” jelasnya.

Kisah Pak Asmin memberikan sebuah gambaran mengenai potensi yang dimiliki Kabupaten Buol. Output atau manfaat utama dari kegiatan Demplot ini adalah visi akan kemandirian pangan daerah.
Menurutnya, apabila setiap desa di Kabupaten Buol memiliki demplot serupa, setidaknya seluas seperempat hektare, maka kebutuhan pangan lokal—khususnya sayuran harian—dapat terpenuhi secara mandiri. Program seperti ini bukan hanya meningkatkan ketersediaan pangan, tetapi juga membuka peluang ekonomi, meningkatkan keterampilan warga, serta menguatkan ketahanan pangan daerah.

Tampak komoditas sayuran yang siap dipasarkan (Foto: Nisa)

Dengan modal yang relatif terjangkau dan pendampingan dari para penyuluh, masyarakat dapat ikut berkontribusi dalam menciptakan sumber pangan mandiri bagi keluarga, desa, hingga kabupaten. Langkah kecil dari Desa Bunobogu ini menjadi inspirasi yang menegaskan bahwa ketahanan pangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah—tetapi gerakan bersama. Karena dari satu kebun kecil, harapan besar untuk Buol tumbuh setiap hari. (Wayan Irmayani)

___________________________________

Reporter: Abullah Mangge, Rahmawati T. Tonggil, Dewi Novita, dan Anisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *