Warga di Lingkungan 3 Kelurahan Kumaligon, Kecamatan Biau, Kabupaten Buol dikejutkan dengan temuan air tanah yang berubah warna menjadi merah. Menanggapi hal ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buol segera melakukan investigasi awal bersama tim teknis lingkungan.

Kadis DLH, Sunarjo Raukang (Foto: Istimewa)

Kepala DLH Kabupaten Buol, Sunarjo S. Raukang, S.H, mengatakan bahwa pihaknya telah mengambil sampel air dari lokasi temuan untuk dilakukan pengujian laboratorium lebih lanjut.

“Berdasarkan pemantauan sementara, perubahan warna ini diduga berasal dari senyawa organik terlarut secara alami, seperti pelapukan pepohonan atau batuan. Namun, kami juga tidak menutup kemungkinan adanya kontaminasi akibat aktivitas manusia,” ujar Sunarjo dalam keterangannya, Selasa (16/4).

DLH menegaskan bahwa pengujian laboratorium tengah berlangsung untuk mengetahui parameter kualitas air secara menyeluruh, termasuk kandungan logam berat. Sunarjo juga mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak menyebarkan spekulasi yang dapat menimbulkan keresahan.

“Kami meminta masyarakat untuk segera melaporkan jika menemukan kejadian serupa di lokasi lain, baik ke kelurahan maupun langsung ke DLH,” tambahnya.

Petugas UPTD Lab Lingkungan mengambil sampel air berwarna merah di Kumaligon (Foto: Istimewa)

Sementara itu, Kepala UPTD Laboratorium Lingkungan Kabupaten Buol, Mimi Mariani, S.Si, M.Si, menjelaskan bahwa hasil uji laboratorium sementara belum dapat memastikan bahwa air berwarna merah tersebut merupakan bentuk pencemaran.

“Kami masih menelusuri sumber asalnya. Secara geologis, wilayah tersebut memang memiliki kandungan logam tinggi yang bisa menyebabkan fenomena serupa secara alami. Namun, kami juga mengevaluasi kemungkinan kontribusi dari limbah industri atau penggunaan bahan kimia di sekitar lokasi,” jelas Mimi dalam keterangannya.

Menurutnya, pemantauan lanjutan akan dilakukan dengan fokus pada pengujian parameter seperti kandungan mangan (Mn), logam berat lainnya, dan senyawa organik. Hasil akhir akan diserahkan kepada DLH sebagai dasar penanganan lebih lanjut. (Wayan Irmayani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *