Pemerintah Kabupaten Buol menggelar rapat koordinasi lintas sektor pada Rabu (23/4) di ruang kerja Wakil Bupati Buol. Rapat ini merupakan langkah cepat merespons laporan masyarakat terkait dugaan pembalakan liar, serta jual beli lahan secara ilegal di sejumlah wilayah.

Rapat dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Buol, Dr. Moh. Nasir Dj. Daimaroto, S.H., M.H., dan dihadiri oleh Kepala Kantor ATR/BPN Buol, para camat dari Kecamatan Bokat dan Bukal, Kapolsek Bokat, Kasat Intelkam Polres Buol, perwakilan TNI dari Koramil Bokat dan Koramil Biau, serta Polhut dari UPT Kehutanan.

Dalam arahannya, Wakil Bupati menegaskan pentingnya sinergi seluruh elemen dalam menindak tegas segala bentuk aktivitas ilegal yang merusak lingkungan dan memicu konflik sosial. Ia juga menekankan bahwa penanganan konflik agraria harus dilakukan secara menyeluruh, berbasis hukum, dan menjunjung tinggi hak masyarakat.

Pemkab Buol Gelar Rapat Koordinasi Tangani Konflik Agraria dan Praktik Lahan Ilegal (Foto: Lis)

Beberapa poin penting hasil rapat antara lain: Evaluasi Hak Guna Usaha (HGU) PT. HIP, menyangkut indikasi tumpang tindih dengan lahan milik masyarakat; penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Tata Ruang dan Batas Wilayah Antar Desa sebagai dasar hukum dalam penataan pertanahan. Selain itu, hasil rapat ini juga meliputi penguatan pengawasan penerbitan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) oleh kepala desa untuk menghindari spekulasi lahan dan penyalahgunaan wewenang; Pendampingan TNI dan Polri dalam investigasi lapangan dan mediasi konflik sosial; serta pendataan ulang lahan tanpa izin, termasuk verifikasi kepatuhan pajak dan legalitas administrasi pertanahan.

Laporan dari Camat Bukal dan Camat Bokat mengungkap adanya ketegangan antara warga Desa, yang dipicu oleh ketidakjelasan batas administratif serta pembukaan lahan tanpa persetujuan resmi. Polres Buol mencatat potensi konflik sosial yang perlu diantisipasi secara bijak dan terukur.

Pemerintah Kabupaten Buol menegaskan komitmennya dalam menangani persoalan agraria secara adil dan berkelanjutan. Seluruh proses akan dilakukan sesuai koridor hukum demi menjaga harmoni sosial, kelestarian lingkungan, dan kepastian hak-hak masyarakat atas tanah. (Lis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *